Ada Aduan Masyarakat, Kejati Jateng Lakukan Pemeriksaan
GROBOGAN – Ditutupnya wisata Waduk Kedungombo (WKO) berdasarkan surat dengan tembusan Kepala BBWS (Balai Besar Wilayah Sungai) Pamali Juana, Kepala Tata Usaha BBWSPJ sebagai penasehat koperasi dan Ketua Badan Pengawas Koprasi langsung berlaku Jumat 1 September lalu sempat menjadi pertanyaan beberapa pihak, saat ini sedikit menemui titik terang. Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun, penutupan obyek wisata air itu disebabkan adanya pemeriksaan yang dilakukan pihak Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah terhadap pengelola WKO setelah adanya pengaduan masyarakat tentang adanya penarikan retribusi pengunjung dan para pedagang yang diduga pungutan liar.
Selama ini, retribusi di wisata Kedungombo besarnya bervariasi, untuk pedagang sebesar 20 ribu per bulan, sedangkan untuk pengunjung wisata 4 ribu pada hari biasa dan 5 ribu saat liburan. Walaupun ada karcis dan tiket, retribusi ini diduga dikategorikan pungli, karena tidak ada dasar hukumnya. Dalam penanganan aduan itu, pihak Kejati juga melibatkan Kejaksaan Negeri Grobogan untuk melakukan kajian.
Kepala Kejaksaan Negeri Grobogan Edi Handojo menuturkan, pihaknya tengah melakukan kajian retribusi di WKO atas permintaan dari Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah. Penarikan retribusi di WKO sudah berjalan bertahun-tahun dan dikelola oleh koperasi. Dari hasil kajian yang sudah dilakukan, dasar atau payung hukum untuk memungut retribusi itu tidak ada. “Penarikan retribusi yang berjalan selama ini tidak punya dasar hukum. Saya beri rekomendasi agar membuat koperasi yang punya kewenangan untuk menarik retribusi,” ungkap Edi pada wartawan.
Selain itu, pihaknya juga memberi rekomendasi agar penarikan retribusi di WKO dihentikan dulu untuk sementara waktu. Namun ia mengaku juga baru tahu jika rekomendasi tersebut justru berdampak penghentian aktivitas kunjungan wisata.Edi menambahkan, hasil kajian yang dilakukan sudah diserahkan pada pihak Kejati Jateng. Dia menegaskan, tidak dapat menyimpulkan adanya kesalahan seperti adanya pungutan liar atau pungli. “Itu dikategorikan sebagai pungli atau tidak, tergantung Kejati Jateng,” tambahnya.
Pengelolaan Waduk Kedungombo, sebelumnya pernah melibatkan Pemkab Grobogan. Namun, keterlibatannya terhenti di tahun 2012. Dimana, Pemkab Grobogan yang saat itu mendapat 30% dari total pendapatan belum memiliki landasan hukum."Dulu pernah Grobogan ikut terlibat. Tapi dihentikan karena saat itu tidak ada landasan hukum yang menjadi dasar. Jadi uangnya dikembalikan setelah ada pemeriksaan dari BPK," ungkap Sekda Kabupaten Grobogan, Moh Sumarsono.
Jika saat ini ada penutupan karena alasan keuangan, Kabupaten Grobogan tidak mengetahuinya. "Jika kembali terlibat, harus dibuat dasar hukum dulu. Apa sehingga ketika ada pemeriksaan tidak ada keselahan. Semua harus duduk bersama dulu membahas kondisi ini," tambahnya.
Ditahun 2012 pemkab Grobogan masih sempat menerima setoran PAD sebesar Rp 60 juta per tahun. "Itu ditahun 2012 tapi kemudian dihentikan karena tidak ada regulasi yang mengatur," tambahnya. (iya)
Post a Comment
Post a Comment