-->
yQRsgXYtnqhElJ0qG98ow6B0hsUDuvl7mVOesb9a
Diduga Ada Pungli dan Jual Beli Lahan Oleh Oknum Pegawai Perhutani di Grobogan

Iklan Billboard 970x250

Iklan 728x90

Diduga Ada Pungli dan Jual Beli Lahan Oleh Oknum Pegawai Perhutani di Grobogan

Ilustrasi

GEYER, GROBOGANTODAY - Petani di kawasan hutan yang menggarap di lahan milik Perum Perhutanan Indonesia (Perhutani) di Desa Asemrudung, Kecamatan Geyer, Kabupaten Grobogan mengeluh karena masih adanya dugaan praktek pungutan liar (Pungli) yang dilakukan oknum petugas perusahaan yang berstatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut. 


Tak hanya itu, oknum perhutani diduga melakukan jual-beli lahan hutan kepada petani dengan besaran Rp 4-8 juta per hektar. Jual beli dan pungutan itu tidak dilakukan secara langsung, namu melibatkan orang kepercayaan dari oknum-oknum perhutani itu. 


Adanya dugaan jual beli lahan diungkapkan seorang warga M. Hal ini terjadi saat pembukaan lahan hutan untuk pertanian yang digarap masyarakat. Lokasinya berada di RPH Saren. 


"Saat pembukaan lahan tiga bulan lalu. Untuk menggarap masyarakat harus bayar," imbuhnya.


Lantaran luasan lahan garapan yang diterima tidak sesuai yang dijanjikan, beberapa warga memilih meminta uangnya kembali. Namun juga masih ada yang menggarap sampai sekarang. 


"Karena luasnya tak sesuai, ada yang dikembalikan," katanya.


Selain dugaan jual lahan, masyarakat juga diresahkan dengan adanya pungutan bagi penggarap lahan. Pungutan itu dilakukan tanpa berkoordinasi dengan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) setesetempat.


Seorang ketua kelompok Eko Saputro yang menggarap lahan hutan di wilayah RPH Getasgeneng, BKPH Madoh Medino mengaku diminta oknum Perhutani setempat untuk melakukan penarikan ke penggarap lahan. Dengan besaran Rp 1,5 juta per hektar.


"Yang dikelompok saya 32 orang. Dana terkumpul Rp 10.650.000. Semua sudah saya berikan ke mantri," katanya. 


Besaran tersebut untuk membayar lahan garapan seluas 7, 1 hektar. Sehingga secara rincian, per orang ditarik Rp 350 ribu. Yang berada di wilayah RPH Getasgeneng, BKPH Madoh Medino, KPH Gundih. Uang yang terkumpul itu langsung diberikan mantri, tanpa perantara LMDH.


Hal serupa juga terjadi di kawasan RPH Ngablak, BKPH Madoh Medino. Pihak Perhutani tidak mau tahu apabila terjadi gagal panen, atau produktivitas menurun, tetap saja harus bayar sesuai tarif ditentukan. 


Ketua kelompok lain, Senen menyebut pihaknya bahkan diancam lahan garapannya akan ditutup bila tak membayar secara penuh. Padahal sebagian masyarakat yang panenannya kurang bagus tak bisa membayar.


"Saya tombok satu juta. Karena mantri minta penuh," jelasnya. 


Padahal mengacu PP 72 tahun 2010 Perhutani sebagai Perum (Perusahaan Umum) kehutanan negara diamanati untuk berkerja sama dengan masyarakat dengan program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Yang dalam hal ini diwakili LMDH.

Baca Juga
SHARE

Related Posts

Subscribe to get free updates

Post a Comment

Iklan Tengah Post