-->
yQRsgXYtnqhElJ0qG98ow6B0hsUDuvl7mVOesb9a
Miris, Tanah Ponpes di Pulokulon Diduga Diserobot Mafia Tanah

Iklan Billboard 970x250

Iklan 728x90

Miris, Tanah Ponpes di Pulokulon Diduga Diserobot Mafia Tanah

 
Lokasi pondok pesantren di Kecamatan Pulokulon. 

GROBOGANTODAY, Pulokulon - Kasus penyerobotan tanah terjadi di Kabupaten Grobogan. Tanah seluas 2.669 meter persegi di Dusun Banjardowo, Desa Sembungharjo, Kecamatan Pulokulon dicaplok mafia tanah. Tanah yang sudah dibeli dan didirikan bangunan pondok tiba-tiba sertifikatnya berubah jadi nama orang lain. 


Korban atas nama M. Hidayatulloh, merupakan pendiri sekaligus pengasuh pondok Bahrul Qur'an menyebut sudah membeli tanah tersebut sejak 2013 lalu, dari Sulipan dan Sukadi. Tanah tersebut dibeli dengan harga Rp 20 juta dan Rp 15 juta.


"Jual beli waktu itu ya umumnya masyarakat. Secara lisan dan langsung bayar. Sebagaimana kebiasaan masyarakat setempat," kata M. Hidayatulloh. 


Sejak 2013, lanjut M. Hidayatulloh, pembayaran PBB atau tumpi sudah atas namanya. Sehingga, ia menganggap tak ada hal janggal. Kemudian pada 2015 mulai dibangun bangunan tembok permanen untuk pondok. Hingga akhirnya tahun 2016, Sulipan dan Sukadi mempersoalkan pembangunan tersebut. 


"Anehnya pada 2017 tanah tersebut kembali dijual dan sertifikat berubah nama. Tanah dijual ke Sudarto," tambahnya. 


Pihaknya heran kenapa Kementerian Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Grobogan sebegitu mudah melakukan proses perubahan sertifikat. Padahal tanah tersebut sudah jelas dimiliki dan dikuasai M. Hidayatulloh. 


"Saya tak terima karena ini sah saya miliki. Akhirnya saya gugat di pengadilan negeri Purwodadi," katanya. 


Hasil berdasarkan Putusan Nomor 35/Pdt.G/2019/PN Pwd memutuskan bahwa tergugat 1 (Sulipan), tergugat 2 (Sukadi) tergugat 3 (Sudarto), turut tergugat 1 (Kantor Notaris dan PPAT) dan turut tergugat 2 (Kementerian Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Grobogan) terbukti melakukan perbuatan melawan hukum. 


Kemudian menyatakan jual beli antara tergugat dan penggugat (M. Hidayatulloh) sah sesuai kebiasaan adat setempat. Selanjutnya memutuskan jual beli antara tergugat 1 dan tergugat 2 dengan tergugat 3 tertanggal 16 Desember 2017 tidak sah. 


"Tergugat ini atas putusan tersebut tidak terima dan banding di Pengadilan Tinggi Semarang. Putusan Nomor 52/PDT/2020/PT SMG menguatkan putusan pengadilan negeri Purwodadi," tambahnya. 


Putusan pengadilan tinggi Semarang itu sudah berkekuatan hukum tetap. Lantaran dari pihak tergugat tak mengajukan kasasi ke MA. Namun demikian, meski sudah memiliki dasar hukum, hingga kini pihaknya tak bisa mengurus sertifikat tanahnya. Sehingga yang tercatat di BPN masih atas milik Sudarto. 


"Saya sudah wira-wiri ke BPN dan pengadilan negeri Purwodadi untuk mengurus sertifikat tanah pondok saya, katanya tetap tidak bisa. Terus putusan pengadilan ini untuk apa? Apa karena saya orang kecil, sehingga disepelekan," paparnya.

Baca Juga
SHARE

Related Posts

Subscribe to get free updates

Post a Comment

Iklan Tengah Post